Pangkalpinang Pusat Sejarah Penambangan Timah di Indonesia #pesonapangkalpinang

Museum TImah Indonesia yang berada di Jalan Ahmad Yani Pangkalpinang/Poto Budi Rahmad
   
Selain wisata religi dan pantai, kota Pangkalpinang juga terkenal dengan  wisata edukasi sejarah timah Idonesia. Museum ini akan memberi anda  informasi lengkap sejarah penambangan timah di Indonesia sejak zaman kolonial hingga era modren saat ini. Pengetahuan ini tidak bisa didapat  di tempat lain, pasalnya museum sejarah pertimahan yang lengkap hanya  ada di Pangkalpinang.

Pengunjung saat di ruang museum/Foto Budi Rahmad

Jika anda kebetulan berada di kota Pangkalpinang, ada baiknya anda  mengunjungi Museum Timah Indoesia yang terletak di Jalan Ahmad Yani ini.  Seperti pada Sabtu, 3 September 2016, lalu. Sekitar pukul 13.50 wib,  museum kedatangan pengunjung yang jumlahnya cukup banyak. Tamu kali ini  bukan tamu biasa, mereka adalah peserta Pertemuan Dekan Fisipol dari  berbagai perguruan tinggi Se-Indonesia. Tuan rumah tentu Universitas  Bangka Belitung. Ramainya kunjungan memang bukanlah hal baru. Beberapa  kali, saya juga melihat rombongan lainnya berkeliling di museum ini.
    
Museum Timah Indonesia yang berdiri sejak tahun 1958 ini, jika dari Bandara Depati  Amir hanya membutuhkan waktu 15 hingga 20 menit untuk sampai ke sampai  museum ini. Dari bandara anda bisa menggunakan taksi atau mobil rental  yang ada di bandara. Posisinya yang strategis akan sangat  memudahkan anda menemukannya. Jalur ini juga akan memudahkan anda untuk  melangkah ke destinasi berikutnya sepeti pantai Parai, pantai Pasir  Padi, ataupun pantai Rambak. Jika  anda merupakan tamu dari sebuah kegiatan, biasanya panitia sudah  memasukkan kunjungan ke Museum Timah Indonesia sebagai salah satu tempat  yang akan didatangi.
    
Museum ini memang acapkali mendapat kunjungan pelajar. Mulai dari  anak-anak TK sampai mahasiswa. Hal ini karena memang museum ini banyak  menyimpan kisah perjalanan pertambangan dan penambangan di Bangka  Belitung. Mulai dari pertambangan tradisional hingga modern. Apalagi  museum ini merupakan satu-satunya rumah yang menyimpan dan menampilkan  sejarah penambangan timah di Indonesia.
    
Hari itu, saya kebetulan lebih dahulu sudah berada di dalam museum.  Sebelumnya saya sudah menduga, bakal ada rombongan tamu yang datang  setelah melihat kesibukan beberapa staf museum. Tidak sampai 5 menit,  saya melihat ada 4 bus Universitas Bangka Belitung menepi di depan gedung museum yang secara resmi di buka untuk umum pada 2 Agustus 1997 ini.  Begitu turun, mereka langsung dipandu memasuki gedung dan mendapat  penjelasan dari petugas. Saya melihat mereka tampak antusias  dengan sajian yang tersedia di museum ini.    Di dalam museum pengunjung akan segera mendapat penjelasan proses penambangan  dari pengambilan pasir timah hingga menjadi balok timah.
    

Museum Timah Indonesia ini menempati bangunan yang dahulu merupakan tempat  tinggal bagi karyawan perusahaan timah Banka Tin Winning. Bentuk aslinya  masih dipertahankan meski sudah beberapakali mendapat sentuhan  pemugaran. Masuk ke halaman Musium Timah, anda akan langsung melihat sebuah  lokomotif tua berwarna hitam. Lokomotif ini memang diletakkan di bagian  paling depan. Dari jalan raya, jika sedang mengendarai kendaraan  sekalipun akan terlihat jelas. Dari data yang disematkan di badan  lokomotif, ternyata lokomotif ini dahulu digunakan sebagai pembangkit  listrik untuk keperluan penambangan.



Melihat Proses Pengerukan Pasir Timah dari Dasar Laut/Foto Budi Rahmad

Di sisi Lokomotif juga terdapat mangkuk timah yang sering digunakan  oleh kapal keruk di laut. Ukurannya cukup besar bisa menampung tubuh  manusia dewasa.  Mangkuk keruk berbagai ukuran juga terdapat di sisi  kiri gedung museum.
    
Masuk ke pintu utama museum pengujung akan langsung melihat Prasasti  kota Kapur. Tenang, sudah ada translit dalam bahasa Indonesia apa yang  tertulis di dalam prasasti tersebut. Di  ruang pertama ini juga terdapat figura besar yang berisi informasi  lintas sejarah penambangan timah di Idonesia. Informasi ini dimulai sejak  abad 1 hingga tahun 2000. Seperti tahun 1733 saat Mahmud Badaruddin I  menghimpun penggalian timah di pulau Bangka, tahun 1816 Perjanjian  Traktat London yang menyatakan Inggris wajib mengembalikan Bangka  Belitung pada Belanda dan akhirnya Belanda mendirikan Banka Tin Winning  (BTW).
 
Masuk ke ruanga berikutnya,  terdapat aneka relief dan maket model  penambangan timah . Hadirnya relief dan maket ini memberikan informasi  kepada pengunjung mengenai penambangan timah secara tradisional dan  modren. Ada beberapa alat penggalian timah saat masa awal dahulu, juga  ada maket kapal keruk timah yang beroperasi di laut. Tidak hanya itu juga  terdapat model maket yang menjelaskan bagaimana timah di dalam laut  bisa sampai ke dalam kapal keruk.  Secara jelas pengunjung akan mendapat informasinya pada figura besar di ruangan ini yang memuat  kaleidoskop 100 tahun kapal keruk timah di Indonesia. Di ruangan kedua  ini juga terdapat maket penambangan secara tradisional.
    
Saya mencoba menyempatkan mengobrol dengan beberapa peserta. Mereka  pada umumnya menyatakan berterimakasih telah diajak ke Museum Timah.  Meski dari sisi disiplin ilmu mereka tidak memiliki hubugan langsung  dengan timah. Tetapi setidaknya kunjungan tersebut mendapatkan gambaran  dan ilmu dan pengetahuan baru tentang penambangan timah.




Relief yang Terdapat di Museum/Foto Budi Rahmad


Perjalanan menggali informasi penambangan timah belum cukup hanya sampai  ke ruangan depan dan tengah saja, di ruang ketiga terdapat lukisan dinding yang lebar  memuat penambangan timah zaman kolonial belanda. Dalam gambar  menjelaskan bagaimanan buruh timah sedang bekerja dan diawasi oleh  orang-orang Belanda. Di ruangan ini juga terdapat balok timah yang  sudah jadi. Baik balok tima era praindustri maupun era industri. 
 
Dikutip dari www.indonesia-heritage.net, bahwasanya, gedung Museum  Timah Indonesia ini merupakan tempat bersejarah. Karena pernah dijadikan  lokasi perundingan dan diplomasi antara pemimpin republik yang  diasingkan ke Bangka dengan Pemerintah Belanda dan UNCI (United Nations  Commission for Indonesia) sehingga lahirlah Roem-Royen Statement pada  tanggal 7 Mei 1949. Bahkan disebutkan juga Bung Karno dan Bung Hatta pun  pernah menginap disana.
 



Swapoto di Depan Lukisan Penambangan Timah Era Belanda/Foto Budi Rahmad
Untuk dokumentasi, pengunjung yang datang, diperbolehkan untuk  berpoto secara bebas. Berpoto atau swaphoto sudah menjadi tradisi  jamak di museum ini. Ada banyak titik untuk dijadikan latar untuk  berpoto. Pertama di depan lokomotif tua, pintu masuk dengan latar  belakang gedung museum yang utuh, di depan lukisan penambangan timah  zaman kolonial yang terletak di bagian tengah, dan di prasasti kota kapur.

Tapi yang paling favorit adalah di depan lukisan dan lokomotif.  Alasannya, gambar besar dan ruang yang pencahayaan cukup akan memberikan  gambar yang eksotis. Sementara di lokomotif akan sangat mewakili bahwa lokasi yang  dikunjungi adalah sebuah museum.
Sebagai buah tangan atau oleh-oleh, pengunjung dapat membeli kerajinan  dari timah. Di Sentra Kerajinan Pewter. Mulai dari yang kecil berupak  gantungan kunci hingga yang besar plakat, atau perahu phinisi dengan  harga berpariasi.  Jika waktu memungkinkan pengunjung dapat memesan sesuai dengan keinginan.
   
Pengunjung museum ini tidak saja tamu dari luar. Berdasarkan data  buktu tamu pengunjung museum ini pada Agustus lalu mencapai 2000 orang. Beberapa waktu lalu saya juga pernah ikut mengantar putri saya  bersama rekan-rekannya di berkunjung ke sini. Meski tidak paham apa yang  mereka lihat, namun kunjungan kala itu sudah memberikan arti dan  pengenalan kepada anak-anak tentang tambang timah. Pelajaran sangat  berharga, ketika museum timah dijadikan salah satu pusat pendidikan bagi  anak-anak Pangkalpinang sendiri.

Setidaknya, anak-anak ini nanti akan terus bangga dengan museum yang  banyak menyimpan kisah dan perjalanan serta pengetahuan tersebut.  Mereka bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain. Pangkalpinang  benar-benar beruntung dengan adanya Museum Timah Indonesia ini. Berbagai  pesona tersimpan dalam museum ini. Pesona ini bisa menjadi salah satu  alasan untuk orang nun jauh di sana untuk mengunjungi kota ini. Baik  treveler, peneliti bahkan wisatawan biasa.
Sebagai warga Pangkalpinang, selayaknya untuk tetap bangga dengan  museum ini. Bangga dengan melakukan hal sesuai dengan yang bisa  diperbuat. Pemerintah dengan berbagai kebijakan yang mendukung program  dan pengembangan museum. Bagi masyarakat dengan bertindak dengan  perbuatan positif.

Tiga puluh menit sudah saya, istri dan dua anak saya berada di  museum ini. Kami juga sudah sempat berswapoto dengan tongkat narsis yang  sengaja dibawa istri. Sementara tamu para dosen itu juga sudah berada  di bagian akhir musem. Ada senyum terkembang di bibir mereka ketika  mereka melangkahkan kaki di pintu keluar. Ada ilmu baru yang didapatkan  hari ini. Baik bagi kami sekeluarga, maupun pengunjung lainnya, kisah  perjalanan penambangan timah Indonesia. Kisah itu hanya bisa didapat  dengan berkunjung ke Museum Timah Indonesia di Pangkalpinang.(**)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Sebelum Deadline 26) Bermain Ayunan dan Tagihan

(Sebelum Deadline 27) Perwira Belanda Itu Berkulit Putih