Rehabilitasi Hutan Babel Butuh Waktu 60 Tahun

60 TAhun Untuk Rehabilitasi Hutan di Babel

PANGKALPINANG – Kerusakan lahan dan hutan yang terjadi di provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Hal tersebut mengingat tatanan kesimbangan alam serta fenomena alam tidak pernah mengenal batasan adminsitrasi wilayah
Hal tersebut dikatakan oleh Ketua Green Babel, Ir. Syahidil dalam pemaparan dihadapan peserta seminar dan konfrensi Internasional Babel I _Conex. Dikatakanya bahwa meningkatnya suhu udara yang terasa lebih menyengat disertai pola musim yang sulit dipastikan. Serta kekuatan abrasi yang menerjang dan mengikis banyak pantai di pesisir Bangka Belitung.
Ini menandakan gejala-gejala bahwa tersebarnya bentangan kerusakan lahan di Babel dari berbagai aktivitas mulai menuai dampak yang tidak kita inginkan,” kata Syahidil.
Syahidil juga merujuk pada MAterplan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Provinsi Babel tahun 2005, dimana tercatat keruskan lahan yang dikategorikan sangat kritis seluas lebih kurang 637.259,06 hektar. Sedangkan kategori kritis seluas lebih kurang 486.355,55 hektar. Keduanya tersebar di Kabupaten dan kota dalam provinsi Babel.
“Bentangan kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambang yang terjadi merupakan akumulasi dari rentang waktu yang sangat panjang. Penambang timah di Babel sudah ada sejak zaman Kolonial Belanda Sepuluh tahun terakhir tersebut diperparah dengan adanya keikutsertaan masyarakat luas dengan tambang-tambang inkonvensional (TI) yang kebanyakan tidak mengindahkan kaidah-kaidah lingkungan. Angka kerusakan yang ada menjadi tidak riil dan cenderug menjadi meluas.
Hal tersebut, kata Syahidil, merujuk pada data yang dikeluarkan oleh Kasubbid Kehutanan Babel yang memprediksikan luas kawasan hutan Babel mencapai 650 ribu hektar dengan kondisi rusak parah akibat ekspoitasi hutan untuk pertambangan timah dan perkebunan mencapai 40%.
“Bila pemerintah mampu melaksanakan reklamasidan reboisasi sebesar 10 ribu hektar pertahu dengan tingkat keberhasilan 50 persen, maka perlu waktu 60 tahun untuk merehabilitasi kawasan hutan hingga kondisinya baik,” katanya.
Toleransi lingkungan terhadap aktivitas manusia di muka bumi ini ada batas kemampuan daya dukung dan daya tampungnya. Sehingga perlu untuk diwaspadai. Kelengahan dan kelemahan upaya pengelolaan lingkungan akan membawa dampak langsung bagi kehidupan manusia dan ekosistem sekitarnya.
“Menyadari bahwa kerusakan lingkungan dan perubahan iklim yang terjadi diberbagai belahan muka bumi adalah sangat terkait denganhajat hidup manusia di maa sekarang dan masa akan datang, maka gerakan kepedulian akan perbaikan dan perlindungan lingkungan harus bangkit dan terus digenderangkan dalam wujud nyata, tegas Syahidil.
KArena itulah Yayasan Green Babel sangat berharap dari kegiatan yang digelar tersebut dapat dijadikan momentum bagi semua pihak dan sebuah prakarsa awal dalam membangun jaringan global peduli lingkungan. Sehingga upaya mengatasi kerusakan lingkungan dapat terkoordinasi dan dipadukan secara komprehensif menyentuh. Serta menggerakkan berbagai unsur kemasyarakatan. “Tidak menjadikan kita yang hidup saat ini untuk menikmati sumberdaya lama dan menjadi penjagal bagi harapan anak cucu masa akan datang,” demikian Syahidil. (bgs)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Sebelum Deadline 26) Bermain Ayunan dan Tagihan

(Sebelum Deadline 27) Perwira Belanda Itu Berkulit Putih