OPINI

Oknum (Baru) Polisi


Oleh: Budi Rahmad
Wartawan Babel Pos


OKNUM Polisi, begitulah selalu disebut, jika ada polisi yang nakal. Bertindak tidak sesuai dengan kode etik kepoisian negara Republik Indonesia. Entah sejak kapan dan siapa yang memulai penyebutan kalimat oknum polisi ini. Yang jelas bukan saya.

----------------


DENGAN kalimat oknum, tentu perbuatan pelanggaran yang dilakukan anggota polisi, otomatis tidak mewakili sikap lembaga Polri. Pasalnya menurut kamus, pengertian oknum adalah perseorangan. Jadi, jika ada pelanggaran yang dilakukan oleh anggota polisi, dianggap merupakan kesalahan pribadi, bukan atas nama lembaga, karena itulah sering kita dengar sebutan oknum.
Tentu, pembaca telah atau pernah mendengar, membaca, bahkan mungkin melihat, dan sebagainnya pernah merasakan perbuatan oknum polisi. Dan sederet kisah panjang cerita oknum polisi di Indonesia masih saja menghiasai kehidupan. Termasuk di Provinsi Bangka Belitung. Terakhir, kasus oknum polisi yang terlibat dalam dugaan pemerasan dan dugaan terlibat dalam penyalahgunaan obat terlarang. Dua kasus ini cukup mendapat perhatian dari masyarakat.
Dan pimpinan kepolisian di Bangka Belitung juga memberi perhatian yang cukup arif terhadap kedua oknum anggota mereka. Terbukti, kasus ini terus berlanjut, mesti Polda sempat di praperadilankan oleh oknum tersebut.
Kapolda Babel, Brigjen M Rum Murkal, dengan tegas menyatakan tidak akan melindungi oknum polisi. Begitu juga dua Kapolda Babel sebelumnya, Yakni, Brigjen Drs Iskandar Hasan dan Brigjen Drs Anton Setiadi, SH MH, pada setiap ditanya wartawan tentang oknum polisi, selalu menegaskan akan menindak dan memberikan ganjaran setimpal bagi mereka yang terbukti melanggar. Bahkan terus mengingatkan anggotanya untuk menjaga sikap di masyarakat.
Dari sederet kisah panjang oknum polisi yang melanggar, baik pelanggaran disiplin, maupun pelanggaran kode etik, sederet sanksipun sudah diberikan. Namun entah mengapa, masih saja lahir oknum-oknum baru dengan kisah yang tak jauh berbeda.
Sudah berapa banyak anggota polisi yang kemudian berstatus oknum dihukum, mulai dari yang ringan dengan kurungan 21 hari, penundaan kenaikan pangkat, penundaan pendidikan, hingga pemecatan.
Sebagai masyarakat media, terkadang melihat ini proses alami. Setiap orang punya salah dan terkadang tidak sengaja berbuat salah. Kata orang bijak polisi juga manusia, yang punya masalah dan persoalan. Baik sebagai anggota polisi maupun sebagai bagian dari lingkungan mereka. Namun bukan kah polisi mendapat pendidikan yang lebih baik dari masyarakat biasa.
Meski sudah ada upaya untuk menindak perilaku oknum, masih ada beberapa sikap yang setengah hati. Semisal beberapa pimpinan polisi masih merasa malu, jika peanggaran anggotanya tersebut diekspose di media. Atau diselesaikan dengan cara yang bijaksana. Inilah yang terkadang sedikit curang. Padahal pelanggaran yang dilakukan oleh sipil dan polisi tetaplah pelanggaran.
Membicarakan polisi dan oknum polisi, mungkin tak akan habis ruang dan waktu. Lihatlah sederet SMS masyarakat yang mencibir perbuatan oknum polisi terus mengalir ke media massa. Mulai dari sindirian, kecaman, umpatan, dan harapan terus disampaikan warga masyarakat.
Hal tersebut sejujurnya bukan kebencian pada lembaga polisi. Sederet kekesalan tersebut merupakan sebuah harapan agar polisi benar-benar dapat memberikan pelayanan terbaik pada masyarakat. Pun tulisan ini, bukan bermaksud untuk mendeskreditkan polisi maupun lembangnya. Tulisan ini sebagai sumbangsih pemikiran, atau tepatnya unek-unek. Tentu dengan harapan tak lagi lahir oknum-oknum polisi yang baru. Oknum polisi yang dapat membuat miris hati masyarakat. Yang tak lagi membuat ubun-ubun pengendara naik di tengah jalan, tak lagi memaksa para gadis dengan uraian air mata dan perut buncit mendatangi Propam, tak lagi membuat halam media masaa menjadi tempat mengumpat warga,
Jumlahnya oknum polisi sebenarnya tidak seberapa, sangat kecil. Masih banyak polisi yang baik, yang bersih, yang benar-benar menjaga martabat sebagai polisi. Namun ulah yang sedikit terkadang membawa petaka. Batu kecil yang sering membuat kita tersandung. Karena itulah yang kecil dan membuat petaka, harus disingkirkan. Karena susu sebelanga rusak karena nila setitik.
Dan Momentum HUT 64 hari ini dapat dijadikan sebagai intropeksi diri dan memberikan pengabdian pada masyarakat. Ah polisi, engkau polisi! Selamat Ulang Tahun, semoga di usia ke 64, polisi Indonesia, terutama di Babel, benar-benar dapat mengayomi dan melindungi masyarakat. Dirgahayu Polisiku.
(Babel Pos, Kamis 1 Juli 2010)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pangkalpinang Pusat Sejarah Penambangan Timah di Indonesia #pesonapangkalpinang

(Sebelum Deadline 26) Bermain Ayunan dan Tagihan