Cerita Zumaro, Mahasiswa Polandia Asal Bangka Barat yang Keliling Eropa (1)

Zumaro (depan tiga dari kanan) menjadi salah satu Penerima Beasiswa Ignacy Lukasiewicz bersama Duta Besar Polandia untuk Indonesia- The Embassy of Poland, Jakarta. OK PRIBADI||Babel Pos


 Zumaro, Pemuda asal Bangka Barat yang menempuh pendidikan di Univeritas Teknologi Warsawa, Polandia dan telah mengelilingi 10 negara di Eropa. Zumaro berbagi cerita kepada wartawan Babel Pos, Budi Rahmad, melalui surat elektroniknya. Zumaro berharap kisahnya dapat memberi motivasi untuk tetap berkarya dan mengejar mimpi. Karena tidak ada yang tidak mungkin.


Ignacy Lukasiewicz, Gerbang Menuju Eropa


    Bagi sebagian besar pemuda Indonesia, khususnya Kepulauan Bangka Belitung, bermimpi untuk menginjakkan kaki di benua Eropa adalah satu satu hal yang sangat sulit atau bahkan sama sekali tidak mungkin.
    Pikiran semacam ini juga sebenarnya sempat ada dalam benak Zumaro, pemuda yang berasal dari Muntok Bangka Barat, Bangka Belitung. Impian yang kadang harus dihadapkan pada kenyataan, bahwa dukungan finansial masih sangat jauh dari kata cukup, serta dukungan mental yang kadang membuat mimpi ini dianggap khayalan negeri dongeng.
    Cerita ini bermula saat Zum--begitu ia dipanggil-- duduk di bangku kuliah, tepatnya di Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir, Yogyakarta. Zum bersama tujuh belas rekan lain, setelah melewati enam tahapan seleksi, dinyatakan lolos untuk mendapatkan beasiswa Preservasi Iptek Nuklir untuk siswa lulusan SMA di Bangka Belitung 2011 yang disediakan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional.
    Kehidupan di Yogyakarta, sedikit demi sedikit memupuk semangat anak dari A. Sofar dan Samsiar untuk bisa berkunjung ke negara lain. Keinginan ini awalnya sangat sulit tercapai. Namun, setelah mendapatkan keberanian untuk mengurus paspor di imigrasi Yogyakarta pada tahun 2012, akhirnya ia mendapatkan kesempatan untuk ke luar negeri.
    Sekitar 10 bulan setelah paspor ada di tangan. Negara pertama yang  menerima kehadirannya adalah India. Zum menjadi perwakilan Indonesia untuk Pemodelan Sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa atau lebih di kenal dengan sebutan Model United Nations Conference, membahas isu terkait dengan penggunaan teknologi autorobotik dalam membantu pekerjaan manusia.
    "Setelah keberangkatan pertama ini, ternyata semangat itu semakin kuat. Hingga saya berhasil menjadi pembicara internasional di Manipur pada tahun 2014 dan Chennai di tahun 2015. Tidak hanya itu, saya juga menamatkan trip lima negara Asia Tenggara pada Februari 2015 lalu, yakni Singapura, Vietnam, Thailand, Kamboja, dan Malaysia," kata Zum melalui surat elektroniknya kepada Babel Pos, Kamis, (3/11)
    Di pertengahan 2015, tepatnya di bulan Juni, Zum mendapati kebingungan dalam diri. Pertanyaan antara bekerja atau melanjutkan kuliah. Namun, ternyata opsi itu bertambah karena pada saat itu terdapat hambatan pada alat yang saya ajukan sebagai bahan sidang tugas akhir. Opsi ketiga yakni memberanikan diri untuk mengambil keputusan mundur sidang sampai satu tahun kedepan, dengan konsekuensi beasiswa penuh yang disediakan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional, hanya boleh diperpanjang dalam jangka satu semester. Itu berarti di semester berikutnya saya harus menanggung biaya kuliah secara pribadi.         Ternyata, opsi ketiga ini menjadi pilihan yang paling rasional saat itu bagi pemuda kelahiran Mentok, 20 November 1993 ini setelah melihat perkembangan alat yang dibuat terlihat nihil hingga, laman facebook memberikan cerita lain.
    "Tengah malam, sekitar akhir Juni 2015, pikiran semakin kacau tidak menentu. Ingin pulang karena kalah berperang, tetapi rasa malu sangat mengganggu. Ingin terus ke medan perang, namun senjata semakin menipis. Mati tentu bukan menjadi pilihan terbaik," kata Zum.
    Di sela doa dan usaha, muncullah satu informasi di laman facebook, tentang beasiswa Ignacy Lukasiewicz. Beasiswa pasca sarjana yang disediakan oleh Kementrian Pendidikan Tinggi dan Sains Republik Polandia. Membaca semua syarat, yang bahkan lebih mudah dipenuhi daripada syarat konferensi internasional yang selama ini ia ikuti. Berkas yang dibutuhkan juga tidak banyak, mulai dari formulir pendaftaran, surat kesehatan, ajuan abstrak untuk kebutuhan tesis, salinan paspor, dan foto terbaru. Dan, malam itu juga, setelah hampir tiga jam berkutat untuk memperbaiki materi dan gramatika bahasa dari ajuan abstrak, Zum akhirnya memberanikan diri untuk mengirimkan berkas pendaftaran itu melalui pos elektronik kedutaan Republik Polandia di Jakarta.
    Nasib ternyata berkata baik, setelah menunggu sekitar hampir satu bulan, ada kabar datang dari pemerintah Polandia melalui kedutaan besarnya. "
    Kabar itu menyatakan, bahwa saya dinyatakan diterima menjadi salah satu kandidat yang akan diberangkatkan ke Polandia pada akhir September di tahun yang sama. Berita ini tentu menjadi penyemangat saya untuk bisa lulus tepat waktu. Negosiasi dengan dosen pembimbing terkait parameter keberhasilan alat, meminta bantuan teman, serta yang tidak kalah penting adalah restu orang tua akhirnya menemukan titik cerah. Alat yang diusahakan berhasil, walau tidak sempurna seperti teori yang dituliskan dalam makalah Tugas Akhir. Sidang tugas akhir pun saya selesaikan dengan baik," bebernya.
    Satu hari sebelum wisuda, 25 Agustus 2015, Zum harus menghadiri pertemuan di Kedutaan Republik Polandia di Jakarta bersama dengan 21 orang lainnya yang juga akan diberangkatkan ke Polandia dengan beasiswa yang sama. Beasiswa ini diperuntukkan untuk mahasiswa di sebelas negara, seperti Meksiko, Kolombia, Vietnam, Palestina, dan lain-lain. Setiap tahunnya, hanya 45 orang yang diterima untuk menempuh pendidikan di Polandia tersebut. Di tahun 2015, Indonesia mendapatkan kuota terbanyak, yakni 57% dari jumlah keseluruhan.
    "Setelah pertemuan dengan pihak kedutaan dilaksanakan, saya langsung kembali ke Yogyakarta menggunakan kereta dengan waktu tempuh delapan jam perjalanan. Pukul tujuh pagi, di tanggal 26 Agustus 2015, saya sampai di Yogyakarta dan siap mengikuti prosesi wisuda. Salah satu kebanggaan di hari yang bahagia itu adalah, selain mendapatkan ijazah kelulusan, saya juga sudah memegang visa keberangkatan untuk melanjutkan pendidikan di benua Eropa," tukasnya.(bersambung)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pangkalpinang Pusat Sejarah Penambangan Timah di Indonesia #pesonapangkalpinang

(Sebelum Deadline 26) Bermain Ayunan dan Tagihan