(Sebelum Deadline 13) Hapus Nomorku di Ponselmu


Pukul setengah tiga sore. Panggilan telpon masuk. Aku angkat. Suara perempuan. Ramah menyebut namanya. Nisa. Aku bergetar. Nisa?

Mesin pengingatku bekerja cepat. Mencari memori untuk menemukan kata Nisa. Belum selesai, Nisa kembali bersuara. Meminta waktu untuk bertemu.

Nisa. Perempuan. Masih muda. Suaranya renyah. Akan banyak laki-laki tertarik mendengar suara dan gayanya bicara.

Nisa? Ah. Mesin pencarianku gagal. Tak memberi aku apa-apa tentang kata Nisa. Aku meminta mensin untuk mengulang pencarian.

Nisa kembali bersuara. Memintaku untuk dapat memerimanya. Aku terdesak. Mesin pencarian benar-benar gagal. Bahkan tak bisa bekerja lagi.

"Maaf aku sedang tak bisa. Sibuk," kataku.

Nisa membujukku. Ia yang akan menemuiku. Aku diminta menyebut posisi saat ini. Kali ini aku didesak.
Aku tetap mengatakan tak bisa. Aku banyak pekerjaan. Nisa merayu. Dia meminta waktu hanya sepuluh menit. Sekali lagi mengatakan dia yang akan menemuiku.


Aku tetap mengatakan tak bisa. Nisa menawar. Lima menit.

Aku tidak bisa. Kali ini aku tambahkan kata maaf di awal kalimat.

Dia tak menyerah. Jika sekarang tidak bisa. Besok. Boleh di rumah. Ia memohon. Ingin bertemu. Setelah itu akan pergi. Tak meminta sebuah jawaban atau keputusan. Hanya meminta diberi kesempatan untuk bertemu.
Aku terdiam. Menghembus nafas. Mencoba pada pendirianku. Dia kembali memohon.

Aku tetap tidak bisa. Aku tidak bisa menemui. Sekarang, besok, atau lain waktu. Telepon kumatikan.
Nisa. Aku harus tegas terhadap hubungan ini. Aku tak mau membuat kau merasa mendapat kesempatan. Lalu terbuai dalam angan. Lebih baik kita, kau dan aku, segera menyelesaikan saat ini juga. Agar besok dan seterusnya kita tak terikat apa-apa.

Nisa. Aku tak bisa membiarkan kau terlalu berharap padaku. Aku takkan mampu. Aku takkan sanggup. Dan kutakut kau kecewa. Meski kau akan mengatakan kau sudah terbiasa kecewa. Kecewa. Selalu kecewa. Kuharap kau mengerti dan paham.

Sebagai marketing kuakui dia tangguh. Menemui calon klien. Menghabiskan pulsa, merayu, dan terus mencoba. Menempuh berbagai cara agar orang tertarik.

Tapi maaf. Aku tak bisa menjadi salah satu orang yang akan mendengar presentasimu. Apalagi hari ini. Juga besok. Juga lain waktu.

Nisa. Kau bukan orang pertama. Aku yakin kau juga bukan orang terakhir. Akan banyak marketing-marketing lainnya yang akan menelponku. Besok. Lusa. Atau lain waktu.

Nisa. Please hapus nomorku di daftar calon klienmu. Aku capek. Bateraiku sering ngedrop. Untuk Nisa Nisa yang lain, jangan telepon aku ya. Apalagi untuk menawarkan kredit.(**)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pangkalpinang Pusat Sejarah Penambangan Timah di Indonesia #pesonapangkalpinang

(Sebelum Deadline 26) Bermain Ayunan dan Tagihan