(Sebelum Deadline 14) Ketika Dia yang Selalu Datang Tiba-tiba



Anugerah yang indah merantau itu adalah rindu. Akan kampung halaman. Pada Emak dan Abah. Juga pada mereka, kakak dan adik.

Ketika kerinduan itu menyergap. Semua yang pernah dilakukan bersama mereka yang dirindukan bermain dalam kenangan. Itu bukan khayalan. Tapi kenyataan.

Rindu. Mungkin banyak puisi yang tercipta. Banyak syair yang ditulis. Kemudian menjadi pengobat sesaat. Rindu tetap terjaga sebelum bertemu. Lelap hanya sementara. Untuk menjinakkan hati. Agar bisa berdamai di jauhnya waktu.

Rindu. Datang tiba-tiba. Beranjak secara beringsut. Menyapa tiba-tiba. Lalu berusaha untuk memberi salam.
Emak dan Abah. Pulang padamu adalah bermanja-manja diri. Meminta lebih. Ini dan itu. Tak ada lelah. Tak ada payah. Kau buka pintu lalu memelukku. Memintaku untuk duduk lebih lama. Agar kau puas memandangku. Sementara jarum jam di dinding tak mau menunggu. Sejenak pun tak bisa.

Emak dan Abah. Pulang padamu. Adalah meminta nasihat. Juga doa. Meski tak putus bibirmu menyebut namaku di setiap sujudmu. Bahkan pada setiap nafasmu.

Pintu dan jendela rumah kita masih sama. Kalian biarkan tetap semula. Agar mudah melihat wajahku yang dulu sering berlama di sana.

Ah, Emak dan Abah. Kalian begitu pandai memelihara rindu. Membingkainya. Agar ada pertemuan. (**)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pangkalpinang Pusat Sejarah Penambangan Timah di Indonesia #pesonapangkalpinang

(Sebelum Deadline 26) Bermain Ayunan dan Tagihan