(Sebelum Deadline 17) Selamat Hari Guru, Kalian Sungguh Luar Biasa!



Besok, tanggal 25 November diperingati sebagai hari guru. Hari Guru Nasional. Bertepatan dengan hari Minggu. Kalender Merah. Libur. Tapi Bukan hari libur nasional.


Tidak seperti hari buruh internasional. Tanggal 1 Mei. Kalender pasti merah. Apapun harinya. Karena sudah ditetapkan sebagai libur nasional.

Terlahir dari anak seorang guru. Sudah sepatutnya saya mengucapkan selamat hari guru kepada emak. Meski sudah pensiun empat tahun lalu dari ruang kelas. Tapi rasanya predikat guru pada emak tak boleh hilang begitu saja. Sudah ribuan kepala telah menjadi muridnya. Ribuan hati telah diajarkannya. Ribuan badan telah dididiknya. Bahkan mungkin lebih.

Juga kepada istriku tercinta. Kakak, bibi, paman, adik ipar. Juga kepada kakak-kakak senior, rekan-rekan seangkatan, dan adik-adik junior di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Di Jurusan Bahasa dan Seni. Di Program Studi Bahasa dan Satra Indonesia Universitas Bengkulu.

Selamat hari guru. Kepada seluruh guru di Indonesia. Baik bertugas di kota, pinggiran kota, pinggiran desa. Guru daerah terluar maupun terpencil. Guru yang mengajar di TK, SD, SMP, SMA, SMK, MI, MTs, MA, dan mereka yang mengajar di perguruan tinggi. Guru di sekolah tak bernama. Guru di sekolah terakreditasi dan guru di sekolah yang nyaris tanpa murid.

Selamat hari guru. Kepada guru yang sudah menerima tunjangan sertifikasi maupun yang belum. Kepada guru yang berstatus pegawai negeri, guru yayasan, bahkan guru honorer. Sungguh, kalian luar biasa. Kalian luar biasa. Kalian luar biasa.

Selamat hari guru. Untuk guru Bahasa Indonesia, guru matematika, bahasa Inggris, biologi, fisika, kesenian. Juga kepada guru PMP, sosiologi, PSPB, sejarah, dan semua mata pelajaran baik yang masih ada, sudah hilang atau telah diganti. Kalian sungguh membanggakan.

Ah, menempuh pendidikan di sekolah guru (FKIP) sungguh menggembirakan. Memiliki cita-cita hebat nan suci. Mencerdaskan kehidupan anak-anak bangsa.

Perjuangan menjadi guru tidaklah ringan. Setidaknya saya sudah melakoninya. Menjadi guru. Guru horor, maaf maksudnya honor. Mulai guru SD, SMP hingga di SMK. Sebagai honorer tak banyak beda dengan guru yang bukan honorer. Jam mengajar, tanggung jawab, sikap. Semuanya. Kecuali pendapatan.

Ya seperti itulah. Saya ingat 15 tahun lalu. Saya menerima Rp98.000 untuk satu bulan. Pernah juga Rp100 ribu perbulan. Tapi tetap mengasyikan. Berdiri di depan siswa. Mereka percaya pada saya. Bahwa saya mampu memberikan mereka pencerah. Saya saja yang kurang percaya diri. Kemudian pensiun dan berhenti menjadi guru. Guru honorer.

Itulah pengabdian, dedikasi. Pengalaman, Pengayaan, perjalanan, dan pilihan.

Mungkin Besok atau lusa. Saya kembali memutuskan untuk menjadi guru. Guru honorer. Siapa yang tahu?
Selamat Hari Guru. Kalian Luar Biasa.(**)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pangkalpinang Pusat Sejarah Penambangan Timah di Indonesia #pesonapangkalpinang

(Sebelum Deadline 26) Bermain Ayunan dan Tagihan